Masa Remaja

Sabtu, 19 Mei 2012 | komentar

Co Pas Book - Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami
peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik
emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah
(Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah
Remaja
psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang
batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang
dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai
patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang
dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan
bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja
sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa
dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia
belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia
juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan
jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang
pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena
kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka
dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan,
namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan
bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang
pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan
perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat
memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensidimensi
tersebut

Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja
putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas
menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi
dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang
berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone
(FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon
tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon
kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan
Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan
testosterone.
Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah
sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi,
sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga
perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai
memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan
dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah
secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.

Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations).
Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri
dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka
dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah
beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan
abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi
seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi
mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan
pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para
remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih
sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya
mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih
tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit,
dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu
melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem
pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajarmengajar
satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara
berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua
yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak
tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan
usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai
tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah
terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi
terbaik.

Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya
mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar
bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa
para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalahmasalah
populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik,
kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil
pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama
ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang
ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja
akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan
hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar
para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini
diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam
melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi
lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam
suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja
berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan
ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang
ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi
pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali
mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang
selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak
diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik.
Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya
membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai
baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik
nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan
menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan
keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang
ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat
besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang
logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai
tersebut.
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif
jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua
yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja
itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak
mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat
sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar
lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika
“lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan
dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan
mulai menajam.

Dimensi Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood
(suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh
Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja
rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar
biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam
untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini
seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan
sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan
cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.
Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan
yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat
rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain
sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau
mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat
memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja
cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya
keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri
akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik
dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan
dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”.
Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan
sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja
akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak
selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja
bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak
berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan
untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga
seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka.
Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan
belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang.
Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan
mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih
percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa
tanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jatidiri
positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri
sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang
lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi
masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara
akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan
dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu.
Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja
Dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang
telah dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan – kemungkinan perilaku yang
bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang resiko
dan berdampak negative pada remaja. Perilaku yang mengundang resiko pada
masa remaja misalnya seperti penggunaan alcohol, tembakau dan zat lainnya;
aktivitas social yang berganti – ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya
seperti balapan, selancar udara, dan layang gantung (Kaplan dan Sadock, 1997).
Alasan perilaku yang mengundang resiko adalah bermacam – macam dan
berhubungan dengan dinamika fobia balik ( conterphobic dynamic ), rasa takut
dianggap tidak cakap, perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika
kelompok seperti tekanan teman sebaya.
Anda sedang membaca artikel tentang Masa Remaja dan Anda bisa menemukan artikel Masa Remaja ini dengan URL http://copasbook.blogspot.com/2012/05/masa-remaja.html, Anda boleh menyebarluaskannya atau meng-copypaste-nya jika artikel Masa Remaja ini bermanfaat bagi teman-teman Anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link Masa Remaja sebagai sumbernya.
Share this article :

Posting Komentar

Silahkan Tambahkan Kritik Dan Saran Anda. Kritik dan Saran Anda Sangat Bermanfaat Bagi Kami. Terimakasih.
Happy Blogging ..!

 
Support : Creating Website | Johny Template | CopasBook
Copyright © 2011. CopasBook - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger