Co Pas Book - Masa
remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami
peralihan
dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik
emosi,
tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah
(Hurlock,
1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah
terjadinya
perubahan sosial (TP-KJM, 2002).
Masa
remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang
batasannya
usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang
dahulu
dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai
patokan
atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang
dahulu
terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan
bahkan
sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja
sudah
(atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa
dikatakan
sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia
belum
siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia
juga
bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan
jelas
dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang
pasti.
Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena
kadang-kadang
diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka
dituntut
untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Memang
banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan,
namun
seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan
bukan
sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang
pasti,
konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan
perubahan
pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat
memahami
remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensidimensi
tersebut
Dimensi Biologis
Pada
saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi
pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja
putra,
secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas
menjadikan
seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada
masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi
dua
jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang
berhubungan
dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating
Hormone
(FSH);
dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon
tersebut
merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon
kewanitaan.
Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan
Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan
testosterone.
Pertumbuhan
secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah
sistem
biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi,
sebagai
pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga
perubahan
fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai
memperlihatkan
perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan
dengan
tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah
secara
cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
Dimensi Kognitif
Perkembangan
kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan
kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan
operasi formal (period of formal operations).
Pada
periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri
dalam
usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
Kemampuan
berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka
dengan
mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah
beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan
abstrak
mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi
seperti
ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi
mereka
akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan
pemikiran
mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
masa
lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana
untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para
remaja
mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada
kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih
sangat
banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya
mencapai
tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih
tertinggal
pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit,
dimana
pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu
melihat
masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem
pendidikan
di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajarmengajar
satu
arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara
berpikir
anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua
yang
cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak
tidak
memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan
usia
dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai
tahap
pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah
terbiasa
berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi
terbaik.
Dimensi Moral
Masa
remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya
mengenai
berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar
bagi
pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel
(1978) menyatakan bahwa
para
remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalahmasalah
populer
yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik,
kemanusiaan,
perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil
pemikiran
yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama
ini
tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang
ada
dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja
akan
lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan
hal-hal
yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar
para
remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini
diketahui
dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam
melihat
hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi
lebih
luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam
suatu
lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan
berpikir dalam dimensi moral (moral
reasoning) pada remaja
berkembang
karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan
ketidakseimbangan
antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang
ada
di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi
pola
pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali
mendasari
sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang
selama
ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak
diterapkan
sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik.
Pada
masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya
membiarkan
korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai
baik
dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik
nilai
bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan
menjadi
sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan
keluarnya.
Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang
ditanamkan
oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat
besar
jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang
logis,
apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai
tersebut.
Peranan
orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif
jawaban
dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua
yang
bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja
itu
bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak
mampu
memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat
sang
remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar
lingkaran
orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika
“lingkungan
baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan
dengan
yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan
mulai
menajam.
Dimensi Psikologis
Masa
remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood
(suasana
hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh
Mihalyi
Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja
rata-rata
memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood
“senang luar
biasa”
ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam
untuk
hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang
drastis pada para remaja ini
seringkali
dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan
sehari-hari
di rumah. Meski mood remaja yang
mudah berubah-ubah dengan
cepat,
hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.
Dalam
hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan
yang
dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat
rentan
terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain
sangat
mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau
mengkritik
diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat
memperhatikan
diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja
cenderung
untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya
keunikan
mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri
akan
bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik
dan
tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan
dirinya
dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”.
Pada
usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan
sendirinya
jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja
akan
mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak
selalu
sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja
bahwa
mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak
berdasar.
Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan
untuk
menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.
Para
remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga
seringkali
mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka.
Tindakan
impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan
belum
biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang.
Remaja
yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan
mereka,
akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih
percaya-diri,
dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa
tanggung-jawab
inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jatidiri
positif
pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri
sendiri
dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang
lebih
tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi
masalah
itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara
akan
dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan
dilakukan
oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu.
Pemilihan
idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja
Dari
beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang
telah
dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan – kemungkinan perilaku yang
bisa
terjadi pada masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang resiko
dan
berdampak negative pada remaja. Perilaku yang mengundang resiko pada
masa
remaja misalnya seperti penggunaan alcohol, tembakau dan zat lainnya;
aktivitas
social yang berganti – ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya
seperti
balapan, selancar udara, dan layang gantung (Kaplan dan Sadock, 1997).
Alasan
perilaku yang mengundang resiko adalah bermacam – macam dan
berhubungan
dengan dinamika fobia balik ( conterphobic
dynamic ), rasa takut
dianggap
tidak cakap, perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika
kelompok
seperti tekanan teman sebaya.
Posting Komentar
Silahkan Tambahkan Kritik Dan Saran Anda. Kritik dan Saran Anda Sangat Bermanfaat Bagi Kami. Terimakasih.
Happy Blogging ..!