Kewenangan, Kelembagaan, Dan Kepegawaian

Senin, 21 Mei 2012 | komentar


Co Pas Book - Pengalaman Masa Lalu, Kekhawatiran Masa Kini. Berdasarkan peraturan perundangan,
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia sebenarnya sudah dikenal sejak lama,
pegawaibahkan sudah ada sejak masa Hindia Belanda (Decentralisatie Wet 1903). UU No. 22,
1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan UU otonomi daerah yang ketujuh sejak
Indonesia merdeka. Namun, berbagai UU itu pada umumnya “dibiarkan” tanpa dukungan
peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh setiap UU tersebut. Oleh karena itu,
kebijakan otonomi daerah di Indonesia selama ini cenderung terhambat pelaksanaannya
atau sulit dipraktekkan dalam pengelolaan pemerintahan secara nyata.
Contoh dari keadaan itu terjadi pada UU No. 5, 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Di Daerah. Salah satu Peraturan Pemerintah (PP) yang diamanatkan oleh
UU itu adalah PP tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada
Daerah Tingkat II, yang baru dikeluarkan pada 1992 dan diujicobakan pada 1996 atau 22
tahun setelah UU induknya disahkan. Berdasarkan pengalaman itu, banyak “orang
daerah” yang menyatakan kekhawatirannya atas pelaksanaan UU No. 22, 1999, karena
penyusunan peraturan pelaksanaannya dinilai lambat, bahkan sampai sekarang masih
banyak yang belum dibuat. Lebih dari itu, beberapa peraturan pelaksanaan yang
dikeluarkan bahkan dinilai mengebiri UU induknya, misalnya Keputusan Presiden
(Keppres) No. 10, 2001 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Bidang Pertanahan
dinilai menghambat pelaksanaan Pasal 11, Ayat (2) UU No. 22, 1999.
Berdasarkan pengalaman masa lalu dan kenyataan lambatnya pusat mengambil langkahlangkah
nyata dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka muncul penilaian bahwa dalam
melaksanakan kebijakan otonomi daerah “orang pusat” masih bersikap setengah hati.
Dampak dari sikap pusat seperti ini sama sekali tidak menguntungkan perkembangan
pelaksanaan otonomi daerah. Apabila pusat tetap kuat (powerful) dalam mengatur daerah,
maka sistem pemerintahan akan cenderung bersifat sentralistik. Sebaliknya, apabila pusat
tidak cukup intensif mengontrol daerah, maka dapat terjadi penafsiran yang simpang siur
dalam cara pelaksanaan desentralisasi dan otonomi di daerah.
Secara formal pelaksanaan otonomi daerah sekarang ini diatur dengan UU No. 22, 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25, 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU ini menetapkan bahwa pelaksanaan
efektifnya dilakukan paling lambat Mei 2001 atau dua tahun sejak diundangkan.
Kemudian Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) No. IV/MPR/2000
merekomendasikan bahwa: a) bagi daerah yang sanggup melaksanakan otonomi secara
penuh (tuntas) dapat segera memulai pelaksanaannya terhitung 1 Januari 2001 yang
tercermin dalam APBN dan APBD, sedangkan b) bagi daerah yang belum mempunyai
kesanggupan penuh dapat memulainya secara bertahap. Dalam prakteknya, tidak ada
satupun daerah yang menyatakan belum sanggup melaksanakan otonomi daerah secara
penuh. Persoalannya peraturan perundangan memang belum menyediakan instrumen
objektif yang dapat dijadikan alat untuk mengukur “kesanggupan” suatu daerah.
Anda sedang membaca artikel tentang Kewenangan, Kelembagaan, Dan Kepegawaian dan Anda bisa menemukan artikel Kewenangan, Kelembagaan, Dan Kepegawaian ini dengan URL http://copasbook.blogspot.com/2012/05/kewenangan-kelembagaan-dan-kepegawaian.html, Anda boleh menyebarluaskannya atau meng-copypaste-nya jika artikel Kewenangan, Kelembagaan, Dan Kepegawaian ini bermanfaat bagi teman-teman Anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link Kewenangan, Kelembagaan, Dan Kepegawaian sebagai sumbernya.
Share this article :

Posting Komentar

Silahkan Tambahkan Kritik Dan Saran Anda. Kritik dan Saran Anda Sangat Bermanfaat Bagi Kami. Terimakasih.
Happy Blogging ..!

 
Support : Creating Website | Johny Template | CopasBook
Copyright © 2011. CopasBook - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger